SELAMAT DATANG DI RADAR MINGGU (CERDAS . TAJAM . AKTUAL)

Mengenal seni budaya, Ludruk sebagai sarana mengusir Penjajah

Ilustrasi pertunjukan ludruk
Jombang,  RM.  _
  Seperti disampaikan sebelumnya,  bahwa mengalami beberapa kali perubahan dan perkembangan.  Dari Ludruk lerok menjadi ludruk besutan dan sampai menjadi Ludruk Stambul Jawi dan Ludruk Sandiwara. Perubahan menjadi Ludruk sandiwara terjadi sekitar tahun 1932. Ciri-ciri Ludruk Sandiwara adalah Diawali dengan Tari Remo dan disertai kidungan seperti ludru lerok. Ditengah-tengah pertunjukan  ditampilkan dagelan / lawak.
  Sumber cerita ludruk Ludruk sandiwara juga mengalami perkembangan, yaitu mengambil cerita dari novel, cerita-cerita roman. Pertunjukan ludruk ini sedah mulai nampak unik,  karena dalam pertunjukan peran wanita diperankan oleh laki laki tulen yairu Cak minin.  Cak Ganda sebagai pemain dagelan didampingi oleh Cak Wakidin. Cak Karsa menjadi paman Jamina, yang kadangkala menjadi pemeran dagelan wanita. Cak Amir, Cak Nata Kasiyan, Cak Satari, dan Cak Minin berperan sebagai wanita. 
  Dalam menyampaikan kritik sosialnya terhadap Pemerintah penjajah juga lebih berani,  baik lewat kidungan maupun Cerita/Lakon yang ditampilkanya. Jadi rombongan ludruk Cak Ganda Durasim tidak hanya sebagai sarana hiburan tetapi juga bertekad untuk berjuang membela kemerdekaan Indonesia dengan cara menyebarkan semangat perjuangan.
  Cak Durasim memang berjiwa patriot, Dia sangat dekat dengan Dr. Sutomo tokoh pejuang nasional dari Surabaya. Saat Dr. Sutomo akan mendirikan Gedung Nasional Indonesia, Cak Durasim giat mengadakan pertunjukan ludruk ke mana-mana dan hasilnya untuk membantu terlaksananya pembangunan Gedung Nasional Indonesia (GNI) tersebut. Di dalam mengadakan pertunjukan ludruk Cak Durasim selalu mengobarkan semangat perjuangan, persatuan, dan gotong royong kepada masyarakat. 
  Dari pertunjukan yang semakin nerani dalam mengritik Pemerintahan Jepang pada saat itu, para pemain ludruk mengalami tekanan-tekanan mental dari pemerintahan Jepang. Dan terjadi , saat rombongan ludruk Cak Durasim mengadakan pertunjukan di Jombang,  Cak Durasim seperti biasanya berperan sebagai dagelan. Dalam Parikan yang diucapkannya ada yang membuat Jepang merasa geram. 
"Sajege ana Nippon, Awakku sengsara..." ( Selama ada Nippon/ Jepang badanku sengsara)
  Tentu saja kata yang diucapkan Cak Durasim membuat Jepang sangat tersinggung dan marah. Dan Cak Durasim dipanggil disuruh membubarkan rombongan ludruknya. Hal itu yang membuat Cak Durasim merasa sangat kecewa. Menurut Cak Durasim Baginya ludruk adalah panggilan jiwanya. Selain sebagai pekerjaan untuk membiayai hidup, juga sebagai bentuk ekspresi jiwa, dan untuk mengobarkan semangat perjuangan. 
  Berakhir dari peristiwa inilah  sehingga Cak Durasim akhirnya ditangkap oleh pemerintah Jepang sampai pada tanggal 8 Agustus 1944 Cak Durasim meninggal dalam tahanan Jepang. Cak Durasim dimakamkan di Taman Pemakaman Tembok Surabaya. 
Bersambung. gik rm
Share Article:

Pemerintah Kabupaten Grobogan

Sumber dari Mabes Polri

SELAMAT HARI PERS NASIONAL # 09 PEBRUARI 2023 (CERDAS . TAJAM . AKTUAL)

Postingan Populer

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Proudly powered by Radarminggu.com
Copyright © 2011. Radar Minggu - All Rights Reserved
mastemplate
Original Design by Creating Website Edited by Kompi Ajaib